Kerajinan dan Kesenian diibaratkan sebagai sisi mata koin yang tidak dapat dipisahkan. Kedua hal tersebut sangat dimanfaatkan oleh masyarakat tatar sunda sebagai daya dongkrak untuk meningkatkan taraf kehidupan nya. Dari produk kerajinan dan kesenian masyarakat bisa menghasilkan sesuatu yang bersifat komersil.

Kamis, 28 Juli 2016

KESENIAN TATAR SUNDA WARISAN BUDAYA

Seni tradisional adalah produk budaya lama yang tumbuh, hidup, dan berkembang di masyarakat setempat serta menjadi miliknya. Seni tradisi bersumber dari peristiwa adat yang khas dari masyarakat setempat yang kemudian berkembang secara turun temurun di lingkungan masyarakatnya. Salah satu  kesenian asli Daerah Jawa Barat adalah Karawitan
Karawitan vokal adalah seni yang menggunakan suara manusia, dalam istilahnya disebut sekar. Hidangan sekar disebut sekaran. Penghidangnya disebut juru sekar yang terdiri dari wiraswara (pria) dan swarawati / waranggana (wanita). Ditinjau dari penggunaan iramanya  karawitan sekar dibagi menjadi dua bagian besar yaitu:
1). Sekar Tandak yaitu bentuk sekaran yang terikat oleh ketukan dan wiletan. Dalam hal ini  erat sekali hubungannya dengan gending sebagai     pengiringnya(keterpaduan sekar dan      gending). Sekar tandak dibedakan :     Sindenan, Kawih, Ketuk tilu, Lagu-lagu Indria.
2). Sekar Irama Medika yaitu sekar yang tidak terikat  oleh irama (ritme). Jenisnya:  Tembang, Beluk, serta Kakawen.
Adapula  Seni Pertunjukan Tradisi yang  Populer. Seni pertunjukan yang populer di daerah-daerah Jawa Barat diantaranya banyak sekali yang diambil dari nama alat musik yang digunakan seperti contohnya :
Angklung adalah alat musik yang terbuat dari bamboo dan dimainkanya dengan cara di gerakkan atau di getarkan
Calung
Seni pertunjukan yang menggunakan alat musik pukul dari bambu. Jenisnya ada calung  gambang calung gamelan, calung jing jing.
Rengkong
Jenis pertunjukan yang menggunakan alat pemikul padi sebagai alat musiknya. Suara yang keluar dari alat pemikul itulah sebagai irama musik rengkong.
Pantun
Seni pertunjukan yang menyajikan sebuah cerita berupa lagu yang dibawakan oleh juru pantun dan ada juga yang dibawakan olwh dua orang atau lebih dengan saling berbalas-balasan.
Tarawangsa
Kegiatan berkesenian dalam rangka upacara adat yaitu acara menyimpan padi di lumbung yang dilakukan oleh para petani sebagai hasil panen yang disimpan untuk tambahan hasil panen yang akan dijual ke pasar.
Ngotrek
Kegiatan upacara pembukaan tanda dimulainya kegiatan menumbuk padi menggunakan lesung. Kegiatan ini disebut juga dengan gondang.
Tutunggulan
Menumbuk lesung secara beramai-ramai dalam rangka hajatan berupa hitanan atau kawinan.
Galeong
Acara hiburan bagi anak remaja setelah acara panen selesai.
Angklung Bungko
Adegan upacara di daerah bungko, Cirebon.

Rabu, 27 Juli 2016

macam macam kesenian nusantara warisan budaya 2016

MACAM-MACAM KESENIAN TRADISIONAL NUSANTARA

            Kuda lumping

juga disebut jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda. Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Jaran Kepang merupakan bagian dari pagelaran tari reog. Meskipun tarian ini berasal dari Jawa, Indonesia, tarian ini juga diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Sumatera Utara dan di beberapa daerah di luar Indonesia seperti di Malaysia.


Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau kepang. Tidak satupun catatan sejarah mampu menjelaskan asal mula tarian ini, hanya riwayat verbal yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Konon, tari kuda lumping merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda. Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda. Versi lain menyebutkan bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda.
Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan.
Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain. Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan supranatural yang pada zaman dahulu berkembang di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.

2.               Reog

adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.
Ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal-usul Reog dan Warok [1], namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak istri raja Majapahit yang berasal dari Cina, selain itu juga murka kepada rajanya dalam pemerintahan yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan di mana ia mengajar seni bela diri kepada 

anak-anak muda, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabhumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50 kg hanya dengan menggunakan giginya [2]. Kepopuleran Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru di mana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewandono, Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu
.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun di tengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujang Anom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan "kerasukan" saat mementaskan tariannya[3].
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai warisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.

3.     Sintren

adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, khususnya di Pekalongan. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Tengah dan Jawa Barat, antara lain di Pemalang, Pekalongan, Brebes, Banyumas, Kuningan, Cirebon, Indramayu, dan Jatibarang. Kesenian Sintren dikenal juga dengan nama lais. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono.
Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Baurekso hasil perkimpoiannya dengan Dewi Rantamsari. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki Baurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib.
Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan).

5.     Ludruk

 adalah kesenian drama tradisional dari Jawa Timur. Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang di gelarkan disebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik.
Dialog/monolog dalam ludruk bersifat menghibur dan membuat penontonnya tertawa, menggunakan bahasa khas Surabaya, meski kadang-kadang ada bintang tamu dari daerah lain seperti Jombang, Malang, Madura, Madiun dengan logat yang berbeda. Bahasa lugas yang digunakan pada ludruk, membuat dia mudah diserap oleh kalangan non intelek (tukang becak, peronda, sopir angkutan umum, etc).
Sebuah pementasan ludruk biasa dimulai dengan Tari Remo dan diselingi dengan pementasan seorang tokoh yang memerakan "Pak Sakera", seorang jagoan Madura.
Kartolo adalah seorang pelawak ludruk legendaris asal Surabaya, Jawa Timur. Ia sudah lebih dari 40 tahun hidup dalam dunia seni ludruk. Nama Kartolo dan suaranya yang khas, dengan banyolan yang lugu dan cerdas, dikenal hampir di seluruh Jawa Timur, bahkan hingga Jawa Tengah.
Ludruk berbeda dengan ketoprak dari Jawa Tengah. Cerita ketoprak sering diambil dari kisah zaman dulu (sejarah maupun dongeng), dan bersifat menyampaikan pesan tertentu. Sementara ludruk menceritakan cerita hidup sehari-hari (biasanya) kalangan wong cilik.

6.     Karapan sapi

Merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa Timur. Karapan Sapi, Budaya Indonesia dari Madura, pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh detik sampai satu menit. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di kota Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden.
Karapan Sapi didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi gamelan Madura yang dinamakan saronen. Babak pertama adalah penentuan kelompok menang dan kelompok kalah. Babak kedua adalah penentuan juara kelompok kalah, sedang babak ketiga adalah penentuan juara kelompok menang. Piala Bergilir Presiden hanya diberikan pada juara kelompok menang

7.                       Ondel-ondel

 adalah bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat. Nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.
Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar 2,5 meter dengan garis tengah ± 80 cm, dibuat dari anyaman bambu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari dalamnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki biasanya dicat dengan warna merah, sedangkan yang perempuan warna putih. Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang ada di beberapa daerah lain.
Di Pasundan dikenal dengan sebutan Badawang, di Jawa Tengah disebut Barongan Buncis, sedangkan 

di Bali lebih dikenal dengan nama Barong Landung. Menurut perkiraan jenis pertunjukan itu sudah ada sejak sebelum tersebarnya agama Islam di Pulau Jawa.
Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak pesta- pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu terhormat, misalnya pada peresmian gedung yang baru selesai dibangun. Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel masih bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan Jakarta.

8.     Wayang kulit 

merupakan salah satu kesenian tradisi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat Jawa. Lebih dari sekadar pertunjukan, wayang kulit dahulu digunakan sebagai media untuk permenungan menuju roh spiritual para dewa. Konon, wayang berasal dari kata ma Hyang, yang berarti menuju spiritualitas sang kuasa. Tapi, ada juga masyarakat yang mengatakan wayang berasal dari tehnik pertunjukan yang mengandalkan bayangan (bayang/wayang) di layar.
Wayang kulit diyakini sebagai embrio dari berbagai jenis wayang yang ada saat ini. Wayang jenis ini terbuat dari lembaran kulit kerbau yang telah dikeringkan. Agar gerak wayang menjadi dinamis, pada bagian siku-siku tubuhnya disambung menggunakan sekrup yang terbuat dari tanduk kerbau.
Wayang kulit dimainkan langsung oleh narator yang disebut dalang. Dalang tidak dapat diperankan oleh sembarang orang. Selain harus lihai memainkan wayang, sang dalang juga harus mengetahui berbagai cerita epos pewayangan seperti Mahabrata dan Ramayana. Dalang dahulu dinilai sebagai profesi 

yang luhur, karena orang yang menjadi dalang biasanya adalah orang yang terpandang, berilmu, dan berbudi pekerti yang santun.
Sambil memainkan wayang, sang dalang diiringi musik yang bersumber dari alat musik gamelan. Di sela-sela suara gamelan, dilantunkan syair-syair berbahasa Jawa yang dinyanyikan oleh para pesinden yang umumnya adalah perempuan. Sebagai kesenian tradisi yang bernilai magis, sesaji atau sesajen menjadi unsur yang wajib dalam setiap pertunjukan wayang. 
Sesajian berupa ayam kampung, kopi, nasi tumpeng, dan hasil bumi lainnya, serta tak lupa asap dari pembakaran dupa selalu ada di setiap pementasan wayang. Tapi, karena banyak yang menganggap sesajian tersebut merupakan suatu hal yang mubazir, belakangan ini sesajian dalam pementasan wayang juga diperuntukkan bagi penonton dalam bentuk makan bersama.
Wayang kulit merupakan kekayaan nusantara yang lahir dari budaya asli masyarakat Indonesia yang mencintai kesenian. Setiap bagian dalam pementasan wayang mempunyai simbol dan makna filosofis yang kuat. Apalagi dari segi isi, cerita pewayangan selalu mengajarkan budi pekerti yang luhur, saling mencintai dan menghormati, sambil terkadang diselipkan kritik sosial dan peran lucu lewat adegan goro-goro. Tidak salah jika UNESCO mengakuinya sebagai warisan kekayaan budaya Indonesia yang bernilai adiluhung.

9.     Batik

Untuk pengertian batik Menurut bahasa sendiri berasal dari bahasa Jawa amba yang berarti menulis dan titik. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan malam (wax) yang diaplikasikan ke atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna (dye), atau dalam Bahasa Inggris disebut "wax-resist dyeing".
Menurut Sejarah batik secara turun temurun dari nenek moyang kita zaman dahulu mengatakan bahwa membatik (membuat batik) adalah keterampilan yang kemudian menjadi mata pencaharian bagi kaum perempuan remaja dan dewasa waktu itu. Pada masa ini kondisi pembuatan batik masih masuk dalam taraf manual (menggunakan tangan) atau disebut dengan istilah Canthing. Sebelum akhirnya masuk zaman lebih modern yaitu ditemukannya pembuatan batik dengan media cap atau mesin. Untuk pembuatan batik menggunakan media cap inilah memungkinkan  peranan laki-laki untuk turut terjun didalamnya.
Untuk batik dengan media kain pada proses pembuatannya terdapat beberapa langkah yang harus dikerjakan dalam pembuatan batik, diantaranya :
1. Pemotongan bahan baku (mori) sesuai dengan kebutuhan.
2. Mengetel : menghilangkan kanji dari mori dengan cara membasahi mori tersebut dengan larutan : minyak kacang, soda abu, tipol dan air secukupnya. Lalu mori diuleni setelah rata dijemur sampai kering lalu diuleni lagi dan dijemur kembali. Proses ini diulang-ulang sampai tiga minggu lamanya lalu di cuci sampai bersih. Proses ini agar zat warna bisa meresap ke dalam serat kain dengan sempurna.
3. Nglengreng : Menggambar langsung pada kain.
4. Isen-isen : memberi variasi pada ornamen (motif) yang telah di lengreng.
5. Nembok : menutup (ngeblok) bagian dasar kain yang tidak perlu diwarnai.
6. Ngobat : Mewarnai batik yang sudah ditembok dengan cara dicelupkan pada larutan zat warna
7. Nglorod : Menghilangkan lilin dengan cara direbus dalam air mendidih (finishing).
8. Pencucian : setelah lilin lepas dari kain, lalu dicuci sampai bersih dan kemudian dijemur.
Menurut para sejarah seni budaya Indonesia khususnya di bidang batik mengatakan bahwa terdapat beberapa pendapat yang berkembang mengenai asal muasal batik Indonesia
Ditinjau dari Sejarah Kebudayaan
Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparta menyatakan bahwa sebelum masuknya kebudayaan India bangsa Indonesia telah mengenal teknik membuat kain batik.
Dari Segi Design Batik Dan Proses Loax-resist tehnique
Prof. Dr. Alfred Steinmann mengemukakan bahwa :
1. Telah ada semacam batik di Jepang pada zaman dinasti Narayang disebut Ro-Kechr, di China pada zaman dinasti Tang, di Bangkok dan Turkestan Timur.Design batik dari daerah-daerah tersebut pada umumnya bermotif geometris, sedang batik Indonesia lebih banyak variasinya. Batik dari India Selatan (baru mulai dibuat tahun 1516 di Palekat dan Gujarat) Adalah sejenis kain batik lukisan lilin yang terkenal dengan nama batik Palekat. Perkembangan batik India mencapai puncaknya pada abad 17-19.
2. Daerah-daerah di Indonesia yang tidak terpengaruh kebudayaan India, ada produksi batik pula, misalnya di Toraja, daerah Sulawesi, Irian dan Sumatera.
3. Tidak terdapat persamaan ornamen batik Indonesia dengan ornamen batik India. Misal : di India tidak terdapat tumpal, pohon hayat, caruda, dan isen-isen cece serta sawut. Ditinjau dari sejarah Baik Prof. M. Yamin maupun Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparta, mengemukakan bahwa batik di Indonesia telah ada sejak zaman Sriwijaya, Tiongkok pada zaman dinasti Sung atau Tang (abad 7-9). Kota-kota penghasil batik, antara lain : Pekalongan, Solo, Yogyakarta, Lasem, Banyumas, Purbalingga, Surakarta, Cirebon, Tasikmalaya, Tulunggagung, Ponorogo, Jakarta, Tegal, Indramayu, Ciamis, Garut, Kebumen, Purworejo, Klaten, Boyolali, Sidoarjo, Mojokerto, Gresik, Kudus, dan Wonogiri.
Sejarah batik diperkirakan dimulai pada zaman prasejarah dalam bentuk prabatik dan mencapai hasil proses perkembangannya pada zaman Hindu. Sesuai dengan lingkungan seni budaya zaman Hindu seni batik merupakan karya seni Istana. Dengan bakuan tradisi yang diteruskan pada zaman Islam. Hasil yang telah dicapai pada zaman Hindu, baik teknis maupun estetis, pada zaman Islam dikembangkan dan diperbaharui

kesenian rampak gendang tatar sunda warisan budaya 2016

RAMPAK GENDANG

Tari Rampak Gendang adalah Kesenian yang memadukan suara kendang yang dinamis dengan musik gamelan salendro yang bersifat ceria. Pemain kendang terdiri atas 6-15 orang, sedangkan nayaga (pemain gamelan) terdiri atas 7-10 orang. Mirip Taiko di jepang yang dimainkan untuk memberi semangat.

rampak gendang

Daya tarik yang disajikan tatar sunda sangat lah banayak ...kesesnian menjadi salah satu elemen yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat sunda.

https://wantirosi.blogspot.co.id/
Tak heran banayak negara lain yang datang untuk sekedar melihat kreasi hasil karya tatar sunda dan tidak sedikit pula warga asing yang ingin mencoba atau berkreasi memainkan kesenian yang ada di tatar sunda..

Rampak gendang

 berbanggalah menjadi warga indonesia khusus masyarakat sunda karena kita punya potensi untuk menjadi maju dan dikenal luas oleh masyarakat luar dalam bidang kesenian.

kita jaga dan lestarikan warisan budaya yang telah diturunkan..

terimakasih telah membaca aartikel ini

KESENIAN WAYANG GOLEK TATAR SUNDA WARISAN BUDAYA 2016

Wayang Golek

Ketika masa awal kemunculan kesenian Wayang Golek di masa Kerajaan Padjajaran fungsi Wayang Golek ada dua; sebagai upacara ritual atau ruwatan, dan untuk hiburan. Fungsi Wayang Golek untuk ruwatan biasanya digunakan dalam peruwatan rumah, anak, surambi (4 orang putera), pandawa lima (lima orang putera), talaga tanggal kausak (seorang putera diapir dua puteri), dan samudera hapit sindang (seorang puteri diapit dua putera).

Wayang Golek untuk hiburan dipergunakan untuk upacara dan perayaan khusus seperti khitanan, perkawinan, perayaan karawitan, hari jadi, hari-hari besar dan penyambutan tamu-tamu negara. Wayang golek yang dikenal kita adalah wayang golek purwa, wayangnya terbuat dari kayu menyerupai bentuk manusia yang disebut golek oleh karena itu disebut wayang golek.

Setidaknya ada dua macam Wayang Golek dalam tatar sunda yakni Wayang Golek Papak dan Wayang Golek Purwa. Wayang golek adalah bentuk teater rakyat yang sangat populer di masyarakat. Lakon-lakon wayang golek memiliki lakon galur dan carangan yang semuanya bersumber dari cerita ramayana dan Mahabrata. Kesemuanya lakon dalam pementasan Wayang Goleh begitu sarat dengan nilai-nilai kehidupan dan filosofis.

Pembawa cerita disebut Dalang sekaligus pemimpin pertunjukan menyuarakan anat wacana, mengatur gamelan, mengatur lagu dll. Wayang golek purwa memakai bahasa Sunda, karawitan pengiringnya berlaras salendro yang terdiri dari waditra dua saron, satu peking, satu salentem, satu bonang, satu rincik, satu perangkat kenong, sepasang goong, kempul goong dan seperangkat kendang (satu indung 3 kulanter), gambang, rebab, wira suara (juru alok), sinden.

KESENIAN UPACARA ADAT TATAR SUNNDA WARISAN BUDAYA 2016

UPACARA ADAT MAPAG PANGANTEN
Aksi Lengser yang kerap mengundang tawa” Upacara adat “ mapag panganten ” (sambut pengantin). Kesenian semacam ini biasanya tak hanya ada dalam pesta pernikahan saja,namun kerap juga ditampilkan dalam menyambut kedatangan para pejabat atau tamu negara.Upacara mapag panganten kaya dengan berbagai atraksi seni, dan melibatkan banyak seniman. Ada aneka tarian, seni karawitan, bodoran (komedi), pelajaran tentang kehidupan yang ditunjukkan simbol-simbol kesenian, dan lain-lain. Kesenian ini melibatkan sejumlah pemain gamelan, penari, pembawa umbul-umbul, dan Ki Lengser (sering disebut “lengser” saja).

Kehadiran Ki Lengser atau Mang lengser biasanya menjadi sosok yang menarik perhatian
penonton atau tamu undangan. Pasalnya dialah yang mengarahkan jalannya upacara tersebut. Begitu rombongan kedua mempelai datang ke gedung/ tempat resepsi, Lengser-lah yang akan menyambut dan mengarahkan mereka ke kursi pelaminan dengan diiringi para penari dan pembawa umbul-umbul.Peran 
 
Lengser ini biasanya dilakoni oleh seorang pria. Kalau pun ada Lengser wanita hanyalah berperan sebagai pendamping Lengser pria (sering disebut “ambu” ). Karena peranannya sebagai sosok panutan masyarakat yang dituakan, dan juga sebagai simbol penasehat dalam pernikahan, maka sosok Lengser lebih sering diperankan sebagai seorang kakek.
 Pakaian yang dikenakan Lengser biasanya terdiri dari: baju kampret,celana pangsi dilengkapi dengan sarung yang diselendangkan, dan totopong (ikat kepala).Dengan memperlihatkan giginya yang ompong dan gerakan tari yang lucu, kehadirannya tak pelak selalu mengundang tawa penonton/ tamu undangan.
Seperti sudah disebutkan di atas, Upacara mapag panganten juga menampilkan berbagai tarian.

Salah satu yang sering dipertunjukkan adalah tari merak. Tarian ini menggambarkan gerakan burung merak yang sedang memamerkan keindahan bulu sayapnya yang memiliki gradasi aneka warna.
“Penampilan para penari yang membawakan tari merak dalam sebuah acara resepsi pernikahan” Upacara mapag panganten biasanya tidak berlangsung lama, karena fungsinya hanya untuk menyambut kedatangan kedua mempelai dan mengantarkannya ke kursi pelaminan. Namun meski begitu,kehadirannya kerap ditunggu dan mengundang decak kagum banyak orang.

Semoga saja atraksi seni tradisional semacam ini tetap lestari hingga nanti, dan juga diminati oleh berbagai generasi.

TARI MERAK KESENIAN TATAR SUNDA WARISSAN BUDAYA JULI 2016

Tari Merak merupakan tarian kreasi baru dari daerah Pasundan, Jawa Barat. Tarian ini diciptakan oleh Raden Tjetjep Somantri, seorang koreografer tari Sunda pada tahun 1950-an. Pada tahun 1965, tarian ini kembali diperkenalkan dengan kreasi gerak baru oleh Irawati Urban, seorang wanita pecinta seni tari yang berasal dari daerah Bandung, Jawa Barat.  Di daerah Pasundan, tari Merak seringkali dimainkan ketika menyambut kedatangan tamu kehormatan dalam sebuah acara. Dalam sebuah pesta pernikahan adat Sunda, Tari Merak seringkali menjadi tari menyambut kehadiran pengantin lelaki yang hendak berjalan menuju pelaminan
.  Dalam sebuah pertunjukan, tari Merak umumnya dimainkan oleh seorang atau beberapa orang penari wanita. Ketika pertunjukan, mereka mengenakan kostum yang penuh warna, seperti merah, kuning, serta hijau. Konon, warna itu menggambarkan pesona warna dari burung merak.
 
Untuk menambah kesan menarik, mereka juga mengenakan selendang yang warnanya senada dengan kostum penari. Selendang itu terikat pada pinggang penari TARI Merak. Ketika dibentangkan, selendang itu tampak seperti sepasang sayap dari seekor burung Merak. Tak pernah terlewatkan, penari Merak juga menggunakan mahkota yang berhiaskan replika kepala burung merak.
 
Dengan diiringi seperangkat alat musik gamelan Sunda, pertunjukan tari Merak dimulai. Gerakan lemah gemulai dari sang penari Merak menjadi ciri khas tersendiri dari pertunjukan tari Merak. Sesekali, mereka menampilkan gerakan layaknya seekor burung yang sedang melompat. Gerakan tari Merak semakin terkesan mempesona ketika penari Merak menari sambil membentang sepasang sayap yang penuh warna.

Dari awal hingga pertunjukan itu usai, penari Merak memainkan gerak yang menggambarkan keanggunan, keindahan serta kelincahan seekor burung Merak. Menurut ceritanya, keseluruhan gerak dalam pertunjukan tari Merak ini menggambarkan seekor merak jantan yang berusaha menarik hati sang merak betina.

KESENIAN CALUNG TATAR SUNDA WARISAN BUDAYA 2016

Calung yang hidup dan dikenal masyarakat sekarang merupakan prototipe dari angklung yang cara menabuhnya berbeda dengan angklung , cara menabuh calung yaitu dengan memukul-mukul batang ( wilahan ) dari ruas-ruas atau tabung bambu yang tersususn menurut titi laras ( tangga Nada ) penta tonik ( da mi na ti la da )
  
  Ada dua bentuk calung Sunda yaitu calung rantay dan calung Jinjing waditra. Calung jinjing terbuat dari bahan bambu hitam ( awi hideung) dan seperangkat calung jinjing yang digunakan da;lam pertunjukan biasa bertangga nada Salendro ( bertangga nada Pelog ) serta Madenda ( nyorog ) wadrita calung jinjing merupakan perkembangan dari bentuk calung Rantai/ calung Gambang , calung dalam bentuk ini sudah merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan .
 
    Calung Jinjing berasal dari bentuk dasar calung rantay ini telah dibuat dalam empat bagian bentuk wadrita yang terpisah , keempat buah wadrita terpisah ini memainkan dengan cara dijinjing oleh empat pemain dan masing-masing memegang calung dalam fungsi berbeda . Wadrita calung terdiri dari 1 Kingking, 2 Panepas, 3 jongong, 4 gonggong sedangkan calung kingking jumlahnya limabelas nada / oktaf dala nada yang paling kecil ( teringgi )
 
    Calung Panepas jumlahnya lima potong untuk lima nada (1 Oktaf) nadanya merupakan sambungan nada terendah calung kingking dan dari lima nada tersebut ada yang yang dibagi dua ada yang digorok ( disatukan jongjong seperti halnya panepas yang berbeda hanya nadanya yang lebih rendah dari panepas ) nada panepas bentuknya selalu tinggi dibagi dua yaitu 3 potong untuk nada berturut-turut dari yang tinggi , dua potong untuk dua nada lanjutan
 
    Calung Gonggong merupakan calung yang paling besar jumlahnya hanya  dua bumbung yang disatukan keduanya dalam nada rendah diantara keseluruhan calung . Jenis calung yang sekarang berkembang dan dikenal adalah calung jinjing .
 
    Calung yang perkembangannya lebih mengarah pada kecalung dangdut  ( caldut)  lagu maupun musiknya ditambah drum, gitar, keybord dan memakai tata lampu untuk pertunjukannya. Di Kabupaten Bandung yang  tercatat   di Dinas Kebudayaahn dan Parawisata tersebar di Kecamatan maupun di desa-desa kurang lebih 40 group diantaranya Marahmay, Oces, Cinde agung, Sinar Pasundan, Mitra Siliwangi, Calawak Group, Mekar wangi, Gentra Priangan, Dangdiang, sariak layung dll.

KESENIAN BENJANG TATAR SUNDA 2016 WARISAN BUDAYA

Ada suatu keistimewaan dalam permainan banjang, disamping mempunyai teknik-teknik kuncian yang mematikan, benjang mempunyai teknik yang unik dan cerdik atau pada keadaan tertentu bisa juga dikatakan licik dalam hal seni beladiri, misalnya dalam teknik mulung yaitu apabila lawan akan dijatuhkan ke bawah, maka ketika posisinya di atas, lawan yang di angkat tadi dengan cepat merubah posisinya dengan cara ngabeulit kaki lawan memancing agar yang menjatuhkan mengikuti arah yang akan dijatuhkan, sehingga yang mengangkat posisinya terbalik menjadi di bawah setelah itu langsung yang diangkat tadi mengunci lawannya sampai tidak berkutik.

Menurut pendapat salah seorang sesepuh benjang yang tinggal di Desa Cibolerang Cinunuk Bandung, bahwa nama benjang sudah di kenal oleh masyarakat sejak tahun 1820, tokoh benjang yang terkenal saat itu, antara lain H. Hayat dan Wiranta. Kemudian ia menjelaskan mengenai asal-usul benjang adalah dari desa Ciwaru Ujungberung, ada juga yang menyebutkan dari Cibolerang Cinunuk, ternyata kedua daerah ini sampai sekarang merupakan tempat berkumpulnya tokoh-tokoh benjang, mereka berusaha mempertahankan agar benjang tetap ada dan lestari, tokoh benjang saat ini yang masih ada, antara lain Adung, Adang, Ujang Rukman, Nadi, Emun, dan masih ada lagi tokoh yang lainnya yang belum sempat penulis catat.

Seperti kita ketahui bahwa negara kita yang tercinta ini kaya dengan seni budaya daerah. Ini terbukti masing-masing daerah memiliki kesenian tersendiri (khas), seperti benjang adalah salah satu seni budaya tradisional Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Bandung dan ternyata di daerah lainpun ada seni budaya tradisional semacam benjang, seperti di daerah Aceh disebut Gedou – gedou, di daerah Tapanuli (Sumut) disebut Marsurangut, di daerah Rembang disebut Atol, di daerah Jawa Timur disebut Patol, di daerah Banjarmasin disebut Bahempas, di daerah Bugis/Sulsel disebut Sirroto, dan di daerah Jawa Barat disebut Benjang.

Benjang merupakan suatu bentuk permainan tradisional yang tergolong jenis pertunjukan rakyat. Permainan tersebut berkembang (hidup) di sekitar Kecamatan Ujungberung, Cibolerang, dan Cinunuk yang mulanya kesenian ini berasal dari pondok pesantren, yaitu sejenis kesenian tradisional yang bernapaskan keagamaan (Islam), dihubungkan dengan religi, benjang dapat dipakai sebagai media atau alat untuk mendekatkan diri dengan Kholiqnya sebab sebelum pertunjukan, pemain benjang selalu melaksanakan tatacara dengan membaca do’a – do’a agar dalam pertunjukan benjang tersebut selamat tidak ada gangguan. Adapun alat yang digunakan dalam benjang terdiri dari Terbang, Gendang (kendang), Pingprung, Kempring, Kempul, Kecrek, Terompet (Tarompet), dan dilengkapi pula dengan bedug dan lagu sunda.

Dari pondok pesantren, kesenian ini menyebar ke masyarakat biasanya di masyarakat diselenggarakan dalam rangka memperingati upacara 40 hari kelahiran bayi, syukuran panen padi, maulid nabi, upacara khitanan, perkawinan, dan hiburan lainnya, dan dapat pula mengiringi gerak untuk dipertontonkan yang disebut “DOGONG”.

Dogong adalah suatu permainan saling mendorong dengan mempergunakan alu (kayu alat penumbuk padi). Dari Dogong berkembang menjadi “SEREDAN” yang mempunyai arti permainan saling mendesak tanpa alat, yang kalah dikeluarkan dari arena (lapangan); kemudian dari Seredan berubah menjadi adu mundur, ini masih saling mendesak untuk mendesak lawan dari dalam arena permainan tanpa alat, memdorong lawan dengan pundak, tidak diperkenankan menggunakan tangan, karena dalam permainan ini pelanggaran sering terjadi terutama bila pemain hampir terdesak keluar arena. Dengan seringnya pelanggaran dilakukan maka permainan adu mundur digantikan oleh permainan adu munding.

Permainan benjang sebenarnya merupakan perkembangan dari adu munding atau adu kerbau yang lebih mengarah kepada permainan gulat dengan gerakan menghimpit lawan (piting). Sedangkan pada adu munding tidak menyerat – menyerat lawan keluar arena melainkan mendorong dengan cara membungkuk (merangkak) mendesak lawan dengan kepalanya seperti munding (kerbau) bertarung. Namun gerakan adu mundur, maupun adu munding tetap menjadi gaya seseorang dalam permainan benjang. Permainan adu munding dengan menggunakan kepala untuk mendesak lawan, dirasakan sangat berbahaya, sekarang gaya itu jarang dipakai dalam pertunjukan benjang. Peserta permainan benjang sampai saat ini baru dimainkan oleh kaum laki-laki terutama remaja (bujangan), tetapi bagi orang yang berusia lanjutpun diperbolehkan asal mempunyai keberanian dan hobi.

Apabila kita membandingkan perkembangan benjang zaman dahulu dengan sekarang pada prinsipnya tidak ada perbedaan yang begitu mencolok, hanya pertandingan benjang zaman dahulu, apabila pemain benjang masuk ke dalam arena biasanya suka menampilkan ibingan dengan mengenakan kain sarung sambil diiringi musik tradisional yang khas, kemudian setelah berhadapan dengan musuh mereka membuka kain sarung masing-masing, berikut pakaian yang ia pakai di atas panggung, yang tersisa hanya celana pendek saja menandakan dirinya bersih, tidak membawa suatu alat (sportif). Setelah itu, penabuh alat-alat musik benjang dengan penuh semangat membunyikan tabuhannya dengan irama Bamplang (semacam padungdung dalam irama pencak silat), maka setelah mendengar musik dimulailah pertandingan benjang, dalam pertandingan ini karena tidak ada wasit mungkin saja di antara pemain ada yang licik atau curang sehingga bisa mengakibatkan lawannya cidera. Apabila ada seorang pemain benjang posisinya sudah berada di bawah pertandingan seharusnya diberhentikan karena lawannya sudah menyerah.

Namun, karena tidak ada yang memimpin pertandingan (wasit) akhirnya lawan dikunci sampai tidak bisa mengacungkan tangan yang berarti lawannya bermain curang, apabila pemain benjang yang curang itu ketahuan oleh pihak yang merasa dirugikan akan menimbulkan keributan (ricuh) terutama dari penonton, tetapi apabila pemain benjang itu bertanding dengan bersih dan sportif maka pihak yang kalah akan menerimanya walaupun mengalami cidera, sebab sebelumnya sudah mengetahui peraturan pertandingan benjang apabila salah seorang mengalami cidera tidak akan ada tuntutan. Seorang pemain benjang dinyatakan kalah setelah berada di bawah dalam posisi terlentang, melihat tanda seperti itu wasit langsung memberhentikan pertandingan dan lawan yang terlentang tadi dinyatakan kalah (sekarang). Pertandingan benjang seperti zaman dahulu sudah tidak dilakukan lagi, sebab sekarang sudah ada wasit yang memimpin pertandingan, dan dilaksanakan di atas panggung yang memakai alas semacam matras sehingga tidak begitu membahayakan pemain benjang (tukang benjang).

Sedangkan mengenai teknik dan teori benjang dari zaman dahulu sampai sekarang tetap sama tidak berubah, teknik dan teori benjang yang biasa dilaksanakan oleh tukang benjang, antara lain :
1. Nyentok (hentak) kepala
2. Ngabeulit
a. Beulit Gigir,
b. Beulit Hareup,
c. Beulit Bakung,
3. Dobelson
4. Engkel Mati
5. Angkat
6. Dengkekan
7. Hapsay(ngagebot), dan lain-lain

Dalam pertunjukan benjang di masyarakat, jumlah anggota kelompok pemain benjang berkisar antara 20 sampai 25 orang yang terdiri dari satu orang pemimpin benjang, 9 orang penabuh, dan sisanya sebagai pemain. Inti dalam grup benjang ini 15 orang yang tediri atas 9 orang penabuh, 1 pemimpin, 4 pemain, dan 1 wasit.

Walaupun benjang dikatakan sepi tetapi ada beberapa orang pemain benjang yang mencoba terjun ke dunia olahraga gulat dan mereka berhasil menjadi juara, di antaranya:
1. Adang Hakim, tahun 1967 – 1988 asal Desa Cinunuk
2. Abdul Gani, tahun 1969 – 1970 asal Desa Ciporeat
3. Emun, tahun 1974 – 1977 asal Desa Cinunuk
4. Ii, tahun 1978 – 1979 asal Desa Cinunuk
5. Taufik Ramdani 1979 – 1988 asal Desa Cinunuk
6. Asep Burhanudin tahun 2000 asal Desa Cinunuk
7. Tohidin, tahun 2000 asal Desa Cinunuk kategori anak-anak

Ada pengalaman menarik dari Adang Hakim, bahwa ia pernah dikeroyok oleh beberapa orang pemuda yang tidak dikenal, tiba-tiba mereka menyerang mempergunakan pukulan dan tendangan, Adang Hakim dengan tenang dan penuh percaya diri mampu menyelamatkan diri dengan mempergunakan teknik bantingan, sehingga pemuda tadi tidak berkutik dan yang lainnya melarikan diri takut dibanting seperti temannya. Teknik benjang yang selama ini ia geluti, ternyata bisa digunakan untuk membeladiri di alam terbuka, bukan hanya di arena pertandingan saja. Oleh kerena itu seorang pemain benjang harus selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diri kita selamat dimanapun berada dan selain itu pemain benjang harus selalu ingat pada motto benjang yaitu “jangan sombong dengan kemenangan, dan jangan sedih apabila mengalami kekalahan”.

kesenian gondang tatar sunda juli 2016 warisan budaya

Kesenian Gondang Merupakan kesenian tradisional (Seni Buhun). Awalnya Gondang biasa dilakukan sehabis panen, karena hasil padi yang melimpah. 

Juga merupakan luapan kegembiraan serta rasa syukur kepada Allah SWT. Bukan hanya para penduduk yang panen saja yang bergembira , tetapi juga merupakan suatu kesempatan bagi kaum muda untuk mendapatkan pasangan. 

https://wantirosi.blogspot.co.id/
Adapun alat-alat kesenian Gondang diantaranya adalah Lisung, Halu, Kecapi, Kendang, Goong, Kohkol dan Angklung Buncis.

“Awalnya merupakan suatu penghormatan terhadap Dewi Sri yang dalam mitologi Sunda dipercaya sebagai Dewi Padi. Yang melakukan gondang yaitu wanita yang dianggap suci atau sudah tidak menstruasi (menopause). Itu dulu waktu di Jaman Prabu Siliwangi,” (pikiran-rakyat.com)

Mungkin cerita yang diceritakan dalam pagelaran kesenian gondang ini hampir sama, atau mungkin memang itu lah cerita ketika ber-gondang ria. 

 Ceritanya, Ada sekelompok putri remaja sedang ber-gondang ria, tiba tiba datang lah sekelompok remaja putra merayu para remaja putri. Para remaja putri ini menolak dengan tegas rayuan si remaja putra. Dirayu sampe beberapa kali rayuan, embel embel dan janji, di tolak terus. Setelah beberapa kali rayuan, akhirnya luluh juga.

Minggu, 24 Juli 2016

kesenian genggong dusun pangaroan festival agustusan

kesenian genggong

kesenian genggong

kesenian genggong

kesenian genggong

kesenian genggong

kesenian genggong

pengertian budaya nusantara ,tatar sunda 2016

Pengertian Budaya Nusantara
Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurut Soerjanto Poespowardojo 1993). Selain itu Budaya atau kebudayaan berasal dari  bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Adapun menurut istilah Kebudayaan merupakan suatu yang agung dan mahal, tentu saja karena ia tercipta dari hasil rasa, karya, karsa,dan cipta manusia yang kesemuanya merupakan sifat yang hanya ada pada manusia.Tak ada mahluk lain yang memiliki anugrah itu sehingga ia merupakan sesuatuyang agung dan mahal.
Kebudayaan Nasional adalah gabungan dari kebudayaan daerah yang ada di Negara tersebut. Kebudayaan Nasional Indonesia secara hakiki terdiri dari semua budaya yang terdapat dalam wilayah Republik Indonesia. Tanpa budaya-budaya itu tak ada Kebudayaan Nasional. Itu tidak berarti Kebudayaan Nasional sekadar penjumlahan semua budaya lokal di seantero Nusantara. Kebudayan Nasional merupakan realitas, karena kesatuan nasional merupakan realitas. Kebudayaan Nasional akan terjaga apabila di satu pihak budaya-budaya Nusantara asli tetap menjaga warisan budayanya, dan di lain pihak kehidupan nasional dapat dihayati dan dirasakan oleh seluruh warga masyarakat Indonesia (Suseno; 1992).
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan sosial. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan relajar.
Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individual maupun kelompok. Kebudayaan dapat disebut sebagai seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat.
Bapak pendidikan kita (Ki Hajar Dewantara) juga mengatakan bahwa kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.

Sabtu, 23 Juli 2016

kerajinan dan kesenian tatar sunda 2016

bamboo processing
    Bamboo is already at the cutting we cut perbuku using regaji so neat outcome, and try not to book us take the meat alone.
    After the cut we bersihka hinis / skin that can injure our skin
    Try pengerikan of skin was evenly and neatly
    Having settled our new perngerikan starts splitting and slicing, we adjust it to the size of the circle bamboo
    After slicing and then we could dry in the sun, or we can be a way in algae above the pivot
    After roughly flat dry we SEBIT using expression knife / sharp knife as long as the other, and in a thin knife but try hard. From where we are in demand must be careful because many have failed and the bamboo veins usually difficult in SEBIT if we have not regular
    We SEBIT with the sheer size of that fan lenrut and easy to anyamnya
    Then we'll see if they need drying or not, do we try to look on / wipe feathers pores meat bamboo, if looks are dry then we go on just the look, but if fur is still mengembag and difficulty in bersihkannya it means they need drying.
    Perautan. In perautan / perapihan sekil past we need to be careful because just like slicing must have been many Yag wasted because besides bamboo is dry and thin then definitely we often truncation,
    In the process of perauta we use our hands or thighs.
    Use cloth in their hands and thighs to avoid being hit wedge / terusuk by pores bamboo.
    Plaiting materials we bind in order not to fall apart
    Once done we headed to the woven equipment.
How to weave
Do not rigid
Do not get bored / despair
Should we weave on a flat floor
Bring plaiting materials that we have a neat tie
Keep it ties our side to facilitate retrieval of materials
Use the cushion is not too high with the floor
Complete with music classic style / radio that accompanies us in weaving to avoid drowsiness / bored.
This differs from the fan weaving wicker booths, tolombong, handsome, or others. Karna way behind that both sides look neat and there is no end of the basket.
The first time we prepared two expands to weave strands of bamboo slivers that one part of the meat, nyang one hinisnya or better duanduanya wear visible results hinis so neat
For the central axis we need long
The other axis in zig-zag later resized to fit us feedback sufficient to size in anyamkan
We make an angle with menyilangka and folded in parallel with the part that we have made to the central axis by adding a woven material.
How to weave is not separated by a count of one-three-one to the next, and the next to do wrong to the basket number two.
Do that with repeated until the result becomes a triangle, and up to approximately we are fit for the reversal of the webbing.
Please note we are willing to turn their fitting woven mistake and do not forget the end we finish with kitungan plaiting one, so neat outcome, unlike we put the three, the result will look untidy.
Then it's time we reversed our woven by folding the end of the last that we anyamkan, and menganyanya back to the middle to the end
Do next in the same way, until eventually be finished and ready for subsequent processing.

histori kerajinan bambu tatar sunda

Bamboo is a tree that includes diverse types and functions, even a land that we love successfully retaken from invaders by stakes, are made in the main weapons by the fighters first. Time after time, jama has changed any of Era Traditional, until now that is called the era of Modern else, the function of bamboo still we wear, even increasing with their skilled hands, among them not a bit of a cafe famous, building, or even hotel and apartment building architect uses of bamboo.
Perhaps in addition wish to continue a tradition of my family who come from families Matting. I personally took the initiative to lift an art derived from bamboo materials, namely woven, and sanya sure art of bamboo will not last swallow the era, I can prove that the art of music such as angklung bamboo, now already well known to Foreign Affairs. Not rule this as I discussed that could ayaman like Angklung, even more likely, to the famous neighboring countries and even well-known throughout the world, in one day what I expected.
    webbing
Matting is a tradition that are hereditary, and also a hobby or a side job, even to the principal work to support his wife and children. But time after time increasing his request webbing on the market. Until the price is more expensive compared with products building materials including modern building materials. Why? Because in addition pembuatanya manually, resistant products can be decades.
Various ayaman
a. Single webbing
    Ie single ayaman ayaman generated tungal / one-on-one in anyamnya. Ayaman can be use to make crafts:
    - Filter
    - Handsome / Mold making of Know
    - Cerangka etc.
    b. wicker booths
    Ayaman booths are: woven made / are crossed in sequence with pass / weave two-two. This ayaman can be used to make
    - room
    - Nyiru / handsome tool prisoner rice and paddy
    - Any combination of wicker craft to another.
        c. matting terateai
    Namely a woven wicker teratei very unique and beautiful, serves to make the building booths / huts in hopes of just a building art.
    d. Ayaman Flowers Cloves etc.
    Ayaman this type could be encountered in some webbing like a fan, gauge / kecempeh, bakatul / sangku, etc.
Ingredients
    Bamboo
    Wood
    rattan rope
    Ropes of plastic
Tool
    Regaji
    cleaver
    knives Raut
    Jara / Nails

Rabu, 20 Juli 2016

KESENIAN BENJANG 2016 KESENIAN MILIK INDONESIA

Tidak ada yang tahu secara pasti kapan seni benjang dilahirkan. Namun diperkirakan pada pertengahan abad ke 19 cikal bakal seni ini mulai ada, dan muai dikenal luas oleh masyarakat pada pertengahan tahun 1920-an.
Sebagai sebuah seni beladiri, benjang ini berkembang dari ilmu bela diri tradisional Indonesia secara umum. Pada pertengahan abad ke 19 pemerintah Hindia Belanda Melarang semua jenis ilmu beladiri, sehubungan dengan adanya kelompok pemuda yang menuntut kemerdekaan. Ilmu beladiri hanya boleh diberikan pada kalangan tertentu saja, yaitu Sekolah pegawai pemerintah, sekolah polisi, dan pegawai sipil.  Untuk mengatasi larangan tersebut akhirnya para pencinta ilmu beladiri secara sembunyi-sembunyi membentuk perkumpulan yang berkedokan olahraga dan kesenian lewat jalur agama. Sejak itulah muncul surau, pesantren, yang mengadakan latihan ilmu bela diri sebagai bagian untuk melatih fisik mental para santri. Cara ini mampu membangkitkan semngat pemuda dalam melawan penajjah.
Menurut Ajip Rosidi dalam Ensiklopedi seni sunda, mengungkapkan bahwa olahraga dan kesenian lewat jalur agama (islam) melahirkan seni RudatSeni Rudat ini kemudian berkembang menjadi kencring atau genjring, serta gedut. Seni gedut terbagi menjadi Ujungan yakni saling memukul dengan seutas rotan, Seredan yakni saling mendorong badan, dan gesekan yakni saling menggesekan badan. Seni gedut ini terkenal dibeberapa wilayah jawa barat termasuk di ujungberung yang lebih dikenal sebagai seni Terbangan.
Perubahan dari seni terbangan menjadi seni benjang tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan proses ini berlangsung pada akhir abad ke 19 hingga awal abad ke 20. Pada awalnya seni benjang dikembangkan oleh beberapa tokoh silat dan ujungan, dikembangkan dalam bentuk seni benjang gelut atau gulat. Kemudian seni benjang helaran dan topeng benjang dikembangkan oleh seniman ubrug dan doger.
Pada tahun 1852 Residen priangan menetapkan bahwa daerah priangan terbuka bagi siapa saja yang ingin menetap disana. Membaurnya para pendatang dengan penduduk asli kabupaten bandung menjadikan perubahan social dan budaya. Seni terbangan di masyarakat Bandung biasanya digunakan saat acara-acara keagamaan memperingati hari besar Islam. Kemudian berkembang tidak terbatas hanya pada lingkungan santri saja, seni terbangan ini kemudian sering digunakan pada acara syukuran panen, kelahiran bayi, bersih desa, dsb. Seni terbangan tidak hanya dimainkan di surau-surau saja, namun di tempat terbuka seperti pelataran rumah juga mulai memainkan seni tradisi terbangan. Bila dimainkan ditempat terbuka seperti ini biasanya pemain waditra berada di amben (bale-bale) sambil memainkan lagu pengiring. Beberapa orang memahami bahwa kata Benjang berasal dari kata “ben” dan “jang”. Ben kependekan dari kata amben, dan jang dari kata bujang (laki-laki) karena seni ini hanya dimainkan oleh para lelaki.  Sehingga dapat disimpulan bahwa semua permainan yang dilakukan di pelataran rumah dan diiringi oleh musik terbangan yang dimainkan di amben oleh para bujang/lelaki disebut BenjangPaham yang lebih sederhana mengatakan bahwa seni benjang ini berarti laki-laki karena hanya dimainkan oleh para lelaki. Saat itu waditra (alat musik) dasar seni benjang masih terbilang sederhana, berupa 2 buah gebrang (terbang dasar) dan satu buah kempring (terbang kecil). Itu merupakan bentuk transisi dari seni terbangan.
Seni terbangan sendiri berasal dari Majalaya, dimana urutan penyajian seni terbangan diawali dengan Nyuguh, Rajah yang terdiri dari 3 pupuh, dan hiburan yang terdiri dari tarian yang diiringi music terbangan. Pada pelaku seni buhun biasanya mereka menari dengan gerakan bebas hingga mereka memasuki fase trance atau kesurupan dan melakukan tarian-tarian pencak silat.
Lagu-lagu yang digunakan memiliki pola tabuhan yang berbeda-beda. Salah satu lagu yang sering digunakan saat mengiringi anak yang dikhitan pada pertunjukan seni benjang helaran adalah Rincik Manik. Lagu Rincik Manik banyak dihapalkan oleh pelaku seni terbangan, sementara para pelaku benjang jarang ada yang mengahaplny. Dengan demikian lagu Rincik Manik ini menandakan adanya pengaruh seni terbangan yang pernah ada di ujungberung terhadap perkembangan seni benjang saat ini. Waditra yang digunakan juga memiliki kesamaan yakni empat buah terbangan yang terdiri dari, satu buah tojo, dua buah Indung, satu buah keprang, dan satu buah dog-dog kecil. Kemudian dalam perkembangannya seni benjang ini menggunakan 3 buak kulanter dan alat musik modern seperti keybord, bass,dan melodis.
Seni Ubrug dan Doger merupakan awal mula perkembangan benjang helaran dan benjangtopeng. Kesenian ubrug termasuk jenis teater peran yang sudah punah. Kejayaan seni ubrug diteruskan oleh kelompok Mad Sya’ir yang kemudian membubarkan diri dan membentuk group benjang. Ke khasan group Benjang Mad Syai’r ini adalah semua pemainnya laki-laki. Peran wanita dimainkan oleh laki-laki yang berdandan seperti wanita. Dalam Ubrug lakon yang biasanya diperankan berbentuk lakon-lakon pendek yang disebut bobodoran. Bobodoran ini lebih mengutamakan tawa penonton. Dalam pertunjukan ubrug ini jalan cerita tidak terlalu penting, kondisi inilah yang kemudian melahirkan seni benjang topeng.
Pertnjukan dilakukan untuk memeriahkan berbagai hajatan, bila tidak ada penggilan biasanya meraka melakukan pertunjukan keliling dan mendapatkan uang saweran atau yang biasa disebut dengan ngamen.  Alat musik yang digunakan diantaranya adalah gendang, kulanter, terbang biang dan terompet.
Seni doger semacam seni ronggeng, seni doger di Ujungberug lebih mirip seni ubrug. Sementara seni ubrug di ujungberung lebih mirip ke bentuk pertunjukan tonil (sandiwara keliling).